Arsip Perjalanan MIWF Bersama Jokpin

“MIWF itu sangat keren dan membuat kangen. Lebih dari sekadar festival sastra. Ia sudah menjadi perayaan seni dan literasi. Saya terkesan dengan layanan panitia yang ramah dan selalu siap sedia; sajian bermacam-macam acara yang menarik dan inspiratif; pertunjukan seni yang bermutu dan menghibur; partisipasi dan gairah masyarakat (khususnya kaum muda) yang luar biasa; tempat yang lapang dan nyaman; kerja keras penyelenggara yang penuh dedikasi; dan tentu saja keseluruhan suasana yang hangat dan damai”

Joko Pinurbo, Sastrawan

Mungkin saja, MIWF yang sedemikian bertumbuh, akan terasa begitu biasa saja, atau bisa jadi datar dan dingin, jika saja entitas seorang Jokpin yang rendah hati dan sederhana itu tak pernah ada di daftar meja-meja diskusi atau mimbar-mimbar puisi MIWF. Mungkin saja, mereka yang beramai-ramai mendatangi MIWF, tidak akan menjadi seantusias kini, jika saja nama Joko Pinurbo tidak pernah muncul dalam deretan agenda tahun-tahun MIWF digelar. Atau mungkin, ekspektasi tentang MIWF tidak akan se-euforik ini jika penyair besar bernama lengkap Philipus Joko Pinurbo itu enggan menerbitkan karya-karyanya. Bahkan mungkin, panggung puisi Indonesia hari ini akan menjadi begitu menegangkan perihal membicarakan keseriusan hidup, jika saja Joko Pinurbo tidak pernah benar-benar menjadi sastrawan.

Ketika membaca sajak-sajak Jokpin, kita seperti menelan kegetiran yang demikian jenaka, yang dirangkai dengan apik, ciamik dan begitu menggelitik. Setelah kepergiannya, penyair Aan Mansyur bahkan berikrar akan menunaikan janjinya tujuh tahun lalu untuk menulis puisi berjudul ‘Joke Pinurbo’. Sastrawan satu ini memang benar-benar membuat orang-orang terkesan dengan karya-karyanya yang begitu fantastis menjungkirbalikkan realitas hidup melalui kerangka sajak.

Sajaknya yang berjudul ”Celana, 1”, ia tulis tahun 1996, Jokpin menjadikan celana untuk membicarakan kerinduan seorang anak pada sang ibu:

Ia ingin membeli celana baru

buat pergi ke pesta

supaya tampak lebih tampan

dan meyakinkan.

Ia telah mencoba seratus model celana di berbagai toko busana

namun tak menemukan satu pun yang cocok untuknya.

Bahkan di depan pramuniaga

yang merubung dan membujuk-bujuknya

ia malah mencopot celananya sendiri

dan mencampakkannya.

“Kalian tidak tahu ya

aku sedang mencari celana

yang paling pas dan pantas

buat nampang di kuburan.”

Lalu ia ngacir

tanpa celana

dan berkelana

mencari kubur ibunya

hanya untuk menanyakan:

”Ibu, kausimpan di mana celana lucu
yang kupakai waktu bayi dulu?”

Salah satu sajaknya yang pernah ia bacakan di panggung MIWF (2017), ‘Langkah-langkah Menulis Puisi’:

Langkah-langkah menulis puisi:

Langkah pertama, duduk

Langkah ke dua, duduklah dengan tenang

Langkah ke tiga, duduklah dengan tenang di atas batu

Langkah ketiga, duduklah dengan tenang di atas batu

Langkah ke empat, duduklah dengan tenang di atas batu yang kelak akan jadi batu nisanmu

Langkah ke lima, duduklah dengan tenang di atas batu yang kelak akan jadi batu nisanmu sambil membaca

Langkah ke enam, duduklah dengan tenang di atas batu yang kelak akan jadi batu nisanmu sambil membaca Pramodya, ‘Hidup sungguh sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya’

Sebelum berpisah dengan MIWF, agenda terakhir Jokpin begitu menyenangkan dan meninggalkan kesan cukup dalam bagi penggemarnya. Memang kehadiran Jokpin di MIWF selalu membuat orang-orang bersemangat untuk datang dan menyimak tiap-tiap agendanya, sehingga ruangan atau tempat diskusi menjadi begitu ramai. Jokpin pertama kali diundang ke MIWF pada tahun 2013. Beberapa orang yang menghadiri MIWF di tahun-tahun Jokpin dihadirkan tentu mempunyai kemungkinan ingatan tentang bagaimana sosok beliau. Berikut arsip tahun-tahun perjalanan MIWF bersama Jokpin:

MIWF 2013 – Jokpin mulai terlibat di MIWF pada tahun 2013, yang diawali dengan hadir sebagai pembicara yang membuka percakapan seputar proses kepenyairannya.

“Diskusi puisi bersama Jokpin. Acara dipandu oleh M. Aan Mansyur dan ruangan dipenuhi oleh para peserta diskusi. Antusiasme peserta tampak sejak awal Aan membuka sesi tanya-jawab. Pada sesi tersebut, Jokpin berkisah tentang riwayat kepenyairannya. Bagaimana ia mulai belajar mengarang puisi, proses kreatif yang ia lakukan, dan hal-hal lain yang memberi banyak sekali pencerahan serta inspirasi bagi saya sendiri.” – Bernard Batubara dalam catatan perjalanannya di MIWF 2013 bersama Jokpin.

Jokpin makan malam bersama para penulis MIWF (Arsip MIWF 2013)
Jokpin bersama Aan Mansyur dalam percakapan menceritakan proses kepenyairannya


MIWF 2016 – Jokpin hadir dan mengisi tiga agenda berbeda selama tiga hari. Dua di antaranya agenda diskusi dan membacakan puisi.

Workshop: The Essential Things in Poetry bersama Marius Hulpe dan Alia Gabres
Peluncuran Buku “Sayembara Tebu” bersama Faisal Oddang dan Jamil Massa (Arsip MIWF 2016)
Jokpin (Arsip MIWF 2016)


MIWF 2017 – Selain hadir untuk membacakan puisinya di panggung Under Poetic Stars, Jokpin juga menemani Sapardi sebagai host dalam agenda In Conversation with Sapardi Djoko Damono.

Jokpin Membacakan Puisi di Under Poetic Stars (Arsip MIWF 2017)
Jokpin & Sapardi saat In Conversation with Sapardi Djoko Damono (Arsip twitter.com/shintafebrianys)


MIWF 2019 – Jokpin hadir mengisi dua agenda diskusi, ‘Dunia Sastra Tak Kenal Minoritas/Mayoritas’ dan peluncuran bukunya ‘Srimenanti’ bersama Aan Mansyur.

Jokpin membaca puisi ‘Baju Bulan’ di malam Under The Poetic Star (Arsip MIWF 2019)
Peluncuran Buku Srimenanti Joko Pinurbo, dimoderatori oleh Aan Mansyur (Arsip MIWF 2019)



MIWF 2023 – Di MIWF terakhirnya, Jokpin mengisi rangkaian agenda yang cukup padat. Di hari pertama kedatangan, paginya Jokpin sudah bertemu dengan 5 penggemarnya dalam ‘On the Table: Poem, Breakfast Bersama Joko Pinurbo’, kemudian dilanjutkan saat sore dengan ‘Launching Buku: Rukun Ranah’ bersama Mosyuki Borhan dan pemandu Shinta Febriany, dan tentu saja malamnya Beliau mengisi panggung Under Poetic Stars dengan puisi-puisinya. Kemudian besok, Jokpin hadir sebagai pembicara pada agenda diskusi ‘Interfaith: Solidaritas dan Keberagaman’ bersama Theoresia Rumthe, Mosyuki Borhan dan dipandu oleh Aan Mansyur. Sayangnya Jokpin harus kembali ke Jogja sebelum hari puncak MIWF tiba.

*’On the Table: Poem, Breakfast Bersama Joko Pinurbo’

*’Launching Buku: Rukun Ranah’

*’Under Poetic Stars’

*’Interfaith: Solidaritas dan Keberagaman’

Joko Pinurbo adalah salah satu sastrawan terbaik yang pernah dimiliki tanah air yang telah menjadi abadi dalam karya-karyanya, di antara mereka yang pernah hadir di MIWF dan pernah saling berbagi nilai. Kepada mereka yang telah berpulang: Alm. Ahmad Nirwan Asuka, Alm. Sapardi Djokodamono, Alm. Chalvin Papilaya (Emerging Writers MIWF 2016), Almh. Lily Yulianti Farid dan Alm. Joko Pinurbo, terima kasih.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *